
Tensi Panas Pemilu Turki, Awal Lengsernya Era Erdogan?

Berita Viral Hari Ini – Tensi panas pemilu Turki, memasuki putaran kedua pemilihan presiden. Setelah capres petahanan Recep Tayyip Erdogan dan pesaingnya, Kemal Kilicdaroglu, tidak mampu meraih kemenangan langsung pada Minggu, 14 Mei 2023.
Dua dari empat kandidat presiden Turki bersaing ketat dengan perolehan suara di kisaran 40 persen.
Anadolu mencatat perolehan suara Erdogan sebesar 49,50 persen dan Kilicdaroglu 44,79 persen dengan partisipasi 95 persen pemilih.
Kandidat lainnya, Muharrem Ince, dan Sinan Ogan memperoleh 0,44 persen dan 5,27 persen suara masing-masing. Turki memasuki putaran kedua pemilihan presiden pada bulan Juni 2023.
Tensi Panas Pemilu Turki, Kemungkinan Muncul Era Kepemimpinan Baru
Tahun ini mewarnai tensi panas pemilu Turki, pemilihan presiden dan parlemen Turki yang berlangsung pada hari Minggu memasuki babak hitung suara.
Menurut perhitungan cepat yang dirilis oleh TRT World, dengan 88,31 persen kotak suara yang dibuka.
Petahanan Recep Tayyip Erdogan mendapatkan 49,52 persen suara, sedangkan lawannya, Kemal Kilicdaroglu dari partai oposisi CHP, memperoleh 44,76 persen suara.
Namun, kedua belah pihak menolak hasil tersebut dan memperingatkan agar tidak membuat kesimpulan prematur karena Turki adalah negara yang sangat terpolarisasi.
“Sepertinya tidak akan ada pemenang di babak pertama. Tapi, data kami menunjukkan Kilicdaroglu akan memimpin,” ujar TRT World.
Baca Juga: PT IKEDA Hadapi Badai Staycation Karyawati, Buka Suara
Pemilu ini menjadi sangat penting karena akan menentukan apakah Turki kembali ke jalur demokrasi yang lebih sekuler atau ke arah otoriter dengan Erdogan berkuasa selama 20 tahun terakhir.
Selain itu, hasil pemilu juga akan mempengaruhi bagaimana Turki mengatasi krisis biaya hidup yang parah serta mengelola hubungan dengan Rusia, Timur Tengah, dan Barat.
Aliansi oposisi mengklaim bahwa tidak akan ada pemenang babak pertama, tetapi data mereka menunjukkan Kilicdaroglu akan memimpin.
Namun, partai Erdogan menuduh adanya kecurangan dalam pemungutan suara dan menunda hasil penuh.
Erdogan sendiri mengatakan bahwa pemilu adalah festival besar demokrasi dan mengkritik langkah beberapa orang tergesa-gesa mengumumkan hasil pemilu.
Baca Juga: Feyenoord Juara Eredivisie, Ukir Sejarah Hempas AJAX
Sementara itu, di Ankara, para pendukung dari kedua kandidat merayakan klaim kemenangan masing-masing.
Di luar markas partai AKP yang menaungi Erdogan, para pendukungnya mengangkat-angkat dan beryel-yel kemenangan petahanan.
Sementara itu, markas partai CHP yang mengusung Kilicdaroglu, ribuan orang berkumpul dan merayakan klaim kemenangan Kilicdaroglu.
Jutaan Orang Terlibat Dalam Pemilihan Presiden 2023
Tensi panas pemilu Turki, ajang politik yang sangat penting bagi Presiden Recep Tayyip Erdogan yang telah berkuasa selama 20 tahun.
Negara dengan populasi 85 juta jiwa ini mengadakan pemilihan presiden dan parlemen pada tanggal 14 Mei 2023.
Erdogan yang saat ini berusia 69 tahun menghadapi ujian terberatnya sepanjang masa pemerintahan karena ia harus menghadapi kemarahan publik atas kondisi ekonomi memburuk. Serta lambatnya respons pemerintah terhadap serangkaian gempa bumi pada bulan Februari yang menewaskan lebih dari 50.000 orang.
Lawan utamanya, Kemal Kilicdaroglu dari Partai Rakyat Republik (CHP), mencalonkan diri sebagai kandidat persatuan mewakili enam partai berbeda semuanya ingin melihat Erdogan keluar dari kekuasaannya.
Pada Kamis, 11 Mei 2023, salah satu dari empat calon presiden, Muharrem Ince, menarik diri dari bursa pencalonan.
Hal ini dapat mengubah permainan, karena suara Ince mungkin jatuh ke Kemal yang sangat membantunya dan menimbulkan lebih banyak masalah bagi Erdogan.
Lebih dari 5 juta anak muda Turki akan memberikan suara untuk pertama kalinya pada pemilihan ini.
Semakin besar jumlah pemilih muda, semakin baik bagi kandidat penantang dan buruk bagi petahanan.
Namun, ada kekhawatiran bahwa hasil pemilihan diperdebatkan dapat membawa kekerasan dan ketidakstabilan pada ekonomi Turki yang sudah rusak.
Erdogan mencoba untuk membantah hasil pemilihan jika ia kalah, dengan menggunakan pengaruhnya di dewan pemilihan, pengadilan, dan media.
“Taktik yang paling mungkin ia gunakan untuk mencoba memberi tip pada suara adalah menggunakan pengaruh dewan pemilihan (YSK), pengadilan, dan media untuk membangun narasi bahwa pemilihan harus dijalankan kembali atau bahwa mereka adalah tidak sah,” ujar Ryan Bohl, Analis Senior Timur Tengah dan Afrika Utara di Rane.***