
Presiden Khawatir Budaya Sopan Hilang, Terima Disebut Firaun

Berita Nasional Hari Ini – Presiden khawatir budaya sopan hilang dari peradaban bangsa Indonesia.
Dalam sidang tahunan MPR di Gedung Nusantara MPR/DPR/DPD Jakarta pada Rabu, 16 Agustus 2023, Presiden Jokowi berbicara tentang tantangan menjadi pemimpin negara.
Ia mengakui bahwa posisi sebagai Presiden tidak seindah yang mungkin terlihat. Karena tanggung jawabnya yang besar dan kompleks dalam menyelesaikan berbagai permasalahan rakyat.
”Posisi presiden itu tidak senyaman yang dipersepsikan ada tanggung jawab besar. Banyak permasalahan rakyat yang harus diselesaikan,” ujar Presiden Jokowi.
Dalam era media sosial, kebebasan berekspresi menjadi lebih mudah, memungkinkan siapa saja untuk menyampaikan pandangannya.
Presiden juga menyoroti banyak kritikan dan cemoohan yang diterimanya. Jokowi mengingatkan tentang pentingnya menjaga budaya sopan dan adab dalam berkomunikasi.
Presiden Khawatir Budaya Sopan Hilang, Menjadi Sasaran Kebencian
Joko Widodo sebagai Presiden khawatir budaya sopan hilang, ia mengungkapkan keprihatinannya terhadap kemungkinan hilangnya budaya sopan santun.
Hal itu Presiden ungkapkan di tengah maraknya ujaran kebencian dan caci maki yang terarahkan banyak orang kepadanya.
“Saya tahu ada yang mengatakan saya ini bodoh, plonga-plongo, ndak tahu apa-apa, tolol, Firaun. Ya tidak apa-apa sebagai pribadi saya menerima saja,” tutur Presiden Jokowi.
Dalam sidang tahunan MPR, Jokowi mengakui bahwa sebagai pemimpin negara, ia sering menjadi sasaran kemarahan rakyat, fitnah, dan cemoohan.
Meskipun demikian, ia mengatakan bahwa ia menerima semua itu dengan lapang dada.
“Kebebasan dan demokrasi digunakan untuk melampiaskan kedengkian dan fitnah,” lanjutnya.
Baca Juga: Buntut Oklin Fia Jilat Es krim, Kasusnya Libatkan MUI
Jokowi pun menyadari bahwa kebebasan berpendapat tanpa kebijaksanaan seperti saat ini. Dapat mengancam kesantunan dan budi pekerti luhur yang menjadi bagian dari budaya bangsa.
Ia merasa sedih dan kecewa melihat bagaimana kondisi ini telah merusak moralitas bangsa.
Orang nomor satu itu menyebutnya sebagai polusi budaya yang merugikan. Jokowi menyoroti bahwa kebebasan dan demokrasi seharusnya digunakan untuk hal-hal positif. Artinya bukan untuk menyebarkan kedengkian dan fitnah.
Baca Juga: Remisi Koruptor Setya Novanto, Kompak dengan Imam Nahrawi
Dalam rangka mewujudkan visi Indonesia emas pada tahun 2045, Jokowi mengajak masyarakat untuk bersama-sama menjaga moralitas dalam ruang publik.
Ia mengingatkan bahwa transformasi bangsa memerlukan kontribusi dari seluruh masyarakat. Kesuksesan Indonesia bergantung pada upaya bersama untuk maju ke depan.
Pada kesempatan yang sama Jokowi menekankan bahwa mencapai tujuan tersebut akan melibatkan perjuangan berkelanjutan. Seperti berlari maraton, untuk mewujudkan Indonesia yang bermartabat dan sukses secara ekonomi.
“Karena kita tidak sedang jalan-jalan sore. Kita juga tidak sedang lari sprint tapi yang kita lakukan harusnya adalah lari maraton untuk mencapai Indonesia Emas,” pungkasnya.
Jokowi Menolak Sebutan Pak Lurah untuk Dirinya
Selain Presiden khawatir budaya sopan hilang, masyarakat juga tergelitik dengan isi pidato kenegaraannya di Sidang Tahunan MPR RI.
Ia mengomentari sebutan Pak Lurah yang sering disematkan kepadanya oleh orang-orang dalam sindiran.
Wali Kota Bogor, Bima Arya, menganggap pernyataan ini menarik, terutama karena Jokowi menyampaikannya pada awal pidato yang tidak biasa.
Dalam pidato, Jokowi merujuk pada orang-orang yang mengatakan bahwa mereka menantikan arahan Pak Lurah untuk menentukan calon presiden pada Pemilu 2024.
Bima Arya melihat ini sebagai reaksi atas tudingan publik yang mengaitkan Jokowi dengan peran penentu dalam pemilihan calon presiden.
Ia menganggap pesan dari Jokowi adalah pentingnya menjaga kualitas demokrasi, agar pemilihan presiden tidak hanya ditentukan oleh kelompok elit.
Namun, ada pihak yang menganggap pernyataan Jokowi hanya candaan belaka. Surya Paloh, Ketua Umum Partai NasDem, menyebutnya sebagai lelucon dengan sense of humor tinggi dari Jokowi.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Benny K Harman menganggap pernyataan Jokowi sebagai lip service semata.***