
Panas Kerusuhan Paris, Massa Bakar Rumah Walikota

Berita Viral Terbaru – Panas kerusuhan Paris semakin memburuk pada Sabtu, 1 Juni 2023 waktu setempat.
Aksi demonstran mencapai puncaknya ketika mereka menyerang rumah wali kota dan membakar serta merampok toko dan hunian di sekitarnya.
Vincent Jeanbrun, wali kota salah satu komune di Paris, L’Hay-les-Roses. Ia mengungkapkan bahwa pada pukul satu malam para demonstran dengan sengaja menabrakkan mobil ke tempat tinggalnya.
Mereka kemudian membakar kendaraan tersebut, menimbulkan kobaran api yang merajalela dan menghanguskan seluruh rumah.
“Dalam usaha melindungi anak-anak dan berupaya melarikan diri dari para penyerang. Istri saya dan salah satu anak saya mengalami luka-luka,” ungkap Vincent Jeanbrun.
Ia tak mampu menemukan kata-kata yang cukup kuat untuk menggambarkan betapa mengerikannya malam itu.
Vincent Jeanbrun sangat berterima kasih kepada polisi dan tim penyelamat atas bantuan yang diberikan.
Kerusuhan ini menimbulkan kekhawatiran dan guncangan dalam stabilitas masyarakat. Pihak berwenang sedang berupaya keras untuk mengendalikan situasi dan menangkap para pelaku yang bertanggung jawab atas kejadian ini.
Panas Kerusuhan Paris, 427 Orang Ditahan Akibat Pembakaran dan Vandalisme
Tidak terbendung panas kerusuhan Paris memicu kekacauan di ibu kota Prancis tersebut. Bahkan bukan hanya Paris, tetapi kerusuhan juga meluas ke kota-kota lain seperti Marseille dan Lyon.
Video dan gambar yang tersebar ke media sosial menunjukkan hunian rumah susun terbakar dan asap hitam membumbung di langit Marseille.
Menteri Dalam Negeri Prancis, Gerald Darmanin, melaporkan bahwa sebanyak 427 orang telah ditahan sebagai akibat dari kejadian ini.
Selain itu, lebih dari 1.300 orang sudah dalam penahan polisi, tercatat sebanyak 2.560 kebakaran terjadi di jalan-jalan umum. Kementerian Dalam Negeri juga mencatat lebih dari seribu mobil yang terbakar.
Baca Juga: Rendy Kjaernett Akui Menyesal, Mohon Keluarga Beri Kesempatan
Kerusuhan ini berlanjut setelah kematian Nahel Merzouk, seorang remaja keturunan Aljazair berusia 17 tahun yang ditembak oleh seorang petugas polisi di Nanterre.
Kejadian tersebut lantas memicu protes massal masyarakat Prancis dan mempertanyakan tindakan polisi terhadap komunitas terpinggirkan.
Video yang beredar menunjukkan petugas polisi menodongkan senjata ke pengemudi mobil. Polisi menembaknya dari jarak dekat saat mobil itu bergerak beberapa puluh meter sebelum menabrak.
Baca Juga: Cemburu Buta Suami Bakar Istri, Sempat Ingin Bundir
Meskipun ada perdebatan tentang peran ras dalam kematian Nahel, ibunya, Mounia, menyalahkan petugas yang menembak putranya atas tragedi ini.
Kekerasan dan kerusuhan yang terjadi di Prancis menunjukkan kondisi memanas antara masyarakat yang marah terhadap intimidasi ras.
Pemerintah dan pihak berwenang harus mengambil langkah-langkah yang tepat untuk mengatasi situasi ini, mereka menangkap para pelaku dengan dalih memulihkan ketertiban negara.
Puluhan Ribu Polisi Turun Berikan Pengamanan Lokasi Kerusuhan
Tercatat puluhan ribu polisi telah turun ke seluruh kota-kota besar Prancis untuk memberikan pengamanan dalam menghadapi kerusuhan yang terjadi.
Tindakan ini menyusul pemakaman seorang remaja keturunan Afrika Utara meninggal akibat penembakan oleh petugas polisi yang kemudian memicu kerusuhan seluruh negara.
Presiden Prancis, Emmanuel Macron, telah menunda kunjungannya ke Jerman. Ia ingin fokus menangani krisis yang menjadi tantangan terbesar bagi kepemimpinannya sejak protes Rompi Kuning tahun 2018.
Menurut Menteri Dalam Negeri Prancis, Gerald Darmanin, sekitar 45.000 personel polisi dikerahkan, dengan bantuan tambahan ke kota-kota seperti Lyon dan Marseille.
Dari Marseille, polisi menggunakan gas air mata untuk menghadapi para perusuh pada jalan utama.
Sedangkan dari Paris, mereka membersihkan pengunjuk rasa dari Place de la Concorde dan meningkatkan keamanan pada Avenue Champs Elysees.
Lebih dari 1.300 orang ditangkap pada malam sebelumnya, meningkat dari 875 orang pada malam sebelumnya.
Selain itu, lebih dari 700 toko, supermarket, restoran, dan cabang bank telah dijarah dan terkadang dibakar sejak kerusuhan berlangsung.
Penembakan remaja tersebut telah memicu protes mengenai kekerasan dan rasisme polisi, terutama di kalangan komunitas perkotaan yang miskin dan beragam ras.
Meskipun Presiden Macron membantah adanya rasisme sistemik dalam institusi penegak hukum Prancis.
Kejadian ini mengingatkan pada kerusuhan nasional pada tahun 2005 yang menyebabkan diberlakukannya keadaan darurat.***