
Nasib Redenominasi Rupiah, Pemerintah Seolah Membisu

Berita Nasional Viral – Nasib redenominasi rupiah yang mengusulkan penyederhanaan nominal seperti pecahan uang Rp 1.000 menjadi Rp 1.
Sejauh ini belum mendapat perhatian serius dari pemerintah dan lembaga legislatif. Pada tingkat Rancangan Undang-Undang (RUU) bahkan belum dibahas oleh Pemerintah, DPR, maupun DPD.
Febrio Nathan Kacaribu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, mengakui bahwa hingga saat ini belum ada pembahasan internal yang dilakukan terkait RUU tersebut.
“Saat ini, kita belum memeriksa secara mendalam. Kita akan melihat nanti. Rencana ini adalah agenda jangka panjang. Kita akan lihat saja, belum ada perkembangan yang berarti,” ujar Febrio Nathan Kacaribu.
Nasib Redenominasi Rupiah, Sri Mulyani Masukkan Dalam Rencana Strategis
Nasib redenominasi rupiah telah dimasukkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati ke dalam rencana strategis Kementerian Keuangan 2020-2024.
Sebagaimana tertera dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 77/PMK.01/2020.
Namun, mendekati periode terakhir implementasi rencana strategis tahun 2024. Pembahasan RUU tersebut masih belum dilakukan.
Meskipun demikian, Febrio Nathan Kacaribu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, menegaskan bahwa rencana tersebut belum tentu dibatalkan.
“Tapi saya belum tahu, nanti kita lihat,” tutur Febrio Nathan Kacaribu.
Baca Juga: Indonesia-Argentina Tetap Panas, Lionel Messi Meluncur Liburan
Isu redenominasi rupiah ini juga mencuat dalam Rapat Kerja Komite IV DPD RI dengan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Destry Damayanti, pada tanggal 15 Juni 2023.
Destry mengungkapkan bahwa Bank Indonesia (BI) juga sangat berkeinginan agar redenominasi dapat segera terealisasikan karena akan memiliki dampak sangat baik bagi perekonomian.
Termasuk dalam hal efisiensi sistem transaksi, akuntansi, dan pelaporan APBN.
“Kami di BI sebetulnya gemas juga bahwa kita juga akan lebih bagus kalau terjadi redenominasi. Itu juga akan menyederhanakan dengan satuan yang lebih kita cut dan kita sebenarnya sudah siap,” ujar Destry dari Gedung DPD.
Baca Juga: Lomba Adzan Gilang Dirga, Gunakan Kelebihan Media Sosial
BI telah mempersiapkan dengan matang realisasi redenominasi tersebut, sebab isu sudah sangat ramai sejak tahun 2019.
Ketika kondisi ekonomi sebelum pandemi Covid-19 relatif stabil. Destry juga menyatakan bahwa BI siap untuk menyederhanakan satuan mata uang dengan redenominasi.
Dengan adanya penekanan terhadap redenominasi rupiah oleh Menteri Keuangan dan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia.
Masih terbuka kemungkinan rencana tersebut dapat terimplementasikan pada masa depan.
Meski pembahasannya belum berjalan, isu redenominasi tetap menjadi topik yang menarik perhatian dalam sektor ekonomi dan keuangan.
Syarat Utama Tentukan Nasib Utama Redenominasi Rupiah
Menurut Destry Damayanti, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia salah satu syarat utama untuk menerapkan redenominasi rupiah adalah stabilitas perekonomian selain stabilitas politik.
Oleh karena itu, Bank Indonesia telah mempersiapkan secara teknis pelaksanaan redenominasi ini.
Destry menjelaskan bahwa persiapan teknis sudah mencapai tingkat ritel dengan penggunaan price tagging.
Bank Indonesia telah melakukan persiapan ini karena menurutnya penyederhanaan mata uang rupiah adalah hal yang mudah dilaksanakan.
“Jadi kami persiapan teknis itu sudah sampai ke ritel-ritel, kita pakai price tagging. Jadi sudah disiapkan ini harganya Rp 50 ribu menjadi Rp 50, sudah sampai ke sana. Yang mestinya tadinya harganya Rp 50.000 mestinya one to one kan jadi Rp 50. Tapi bisa aja kalau nakal dia jadikannya enggak Rp 50 tapi Rp 75, tapi kan lebih murah nih dari Rp 50.000 ini valuenya jadi beda. Ini yang harus kita kontrol,” papar Destry Damayanti.
Menjadi tantangan adalah mengendalikan harga barang sebelum barang tersebut masuk ke pasar.
Terdapat potensi permainan dalam perubahan harga saat produsen mengetahui bahwa nominal harganya diperkecil.
Oleh karena itu, pengawasan penetapan harga barang menjadi masalah yang kompleks.
Destry menjelaskan bahwa hal ini perlu menjadi perhatian semua pihak, termasuk aparat penegak hukum, kementerian, dan lembaga terkait.
Kembali Destry menegaskan bahwa Bank Indonesia tidak dapat melakukan redenominasi secara sendiri.
“Ini enggak bisa BI kerjakan sendiri. Jadi melibatkan aparat segala macam. Karena mungkin harus ada pengawasan, dari Kemendag juga dan seterusnya. Ini satu proses yang memang butuh perisapan sangat matang,” lanjutnya.
Bank Indonesia Tunggu Perintah Presiden Joko Widodo
BI telah menyatakan bahwa rencana redenominasi rupiah adalah kewenangan pemerintah.
Kepala Departemen Pengelolaan Uang BI, Marlison Hakim, menjelaskan bahwa bank siap untuk mengikuti keputusan pemerintah terkait hal ini.
Rencana redenominasi rupiah sebelumnya telah dimasukkan dalam RUU oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan PMK Nomor 77/PMK.01/2020.
Awalnya rencana ini telah bergulir sejak 2013, tetapi terhenti akibat gejolak ekonomi global dan kebijakan moneter Amerika Serikat.
Pada 2017, Sri Mulyani dan Gubernur Bank Indonesia saat itu, Agus Martowardojo, melaporkan RUU redenominasi kepada Presiden Joko Widodo.
Prioritas legislatif tetap diarahkan pada revisi RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Rencana redenominasi rupiah memiliki urgensi dalam meningkatkan efisiensi perekonomian. Termasuk menyederhanakan sistem transaksi, akuntansi, dan pelaporan APBN.
Sejauh ini Bank Indonesia menunggu perintah dari Presiden Joko Widodo untuk melanjutkan langkah-langkah selanjutnya terkait redenominasi rupiah.***