
Mahasiswa Tanpa Skripsi, Tepatkah Keputusan Nadiem Makarim?

Berita Viral Hari Ini – Mahasiswa tanpa skripsi bagi program S1 dan D4 menjadi keputusan anyar Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Anwar Makarim.
Nadiem menyatakan bahwa keputusan ini diserahkan kepada perguruan tinggi dengan beberapa negara lain juga menerapkan hal serupa.
Meskipun tujuannya untuk memberikan fleksibilitas, keputusan ini menimbulkan pertanyaan tentang standar akademik dan kualitas lulusan.
“Kalau perguruan tinggi itu merasa memang masih perlu skripsi atau yang lain itu adalah haknya mereka. Jadi jangan lupa reformasinya,” ujar Nadiem.
Bagi Nadiem sejatinya langkah ini sejalan dengan upaya adaptasi pendidikan tinggi terhadap perkembangan global.
“Jadi jangan keburu senang dulu hahaha, tolong dikaji dulu. Itu masing-masing perguruan tinggi haknya,” lanjutnya.
Mahasiswa Tanpa Skripsi, Bukan Berarti Kualitas Lulusannya Menurun
Topik bahwa mahasiswa tanpa skripsi menuai pro dan kontra. Keputusan Menteri Pendidikan Nadiem Anwar Makarim mengimbau untuk memahami bahwa langkah ini tidak bermaksud mengurangi kualitas lulusan.
“Menguasai konsep teoretis bidang pengetahuan dan keterampilan tertentu secara umum dan khusus. Untuk menyelesaikan masalah secara prosedural sesuai dengan lingkup pekerjaannya,” terang Nadiem Makarim.
Menteri Nadiem menjelaskan bahwa meskipun skripsi tidak lagi wajib, perguruan tinggi memiliki kebebasan untuk menetapkan standar kelulusan yang sesuai.
Peraturan ini memungkinkan tugas akhir berbentuk beragam, seperti prototipe atau proyek, bukan hanya skripsi, tesis, atau disertasi.
“Sama dengan jurnal. Jadi kami juga banyak dapat masukan ini bagaimana nanti menurunkan kualitas doktoral kita, tidak sama sekali,” imbuhnya.
Baca Juga: Line-Up Lengkap Timnas Indonesia, Bersiap Hadapi Turkmenistan
Peraturan ini tidak berarti penurunan kualitas lulusan. Nadiem menekankan bahwa pada beberapa negara, gelar doktoral bahkan diperoleh melalui penulisan jurnal.
Namun, ia menegaskan bahwa standar kualitas pendidikan tetap terjaga dan perguruan tinggi memiliki peran penting dalam menentukan bentuk tugas akhir yang sesuai.
“Jadi saya cuma mau menekankan bagi yang mengkritik ini merendahkan kualitas, itu tidak benar, harusnya perguruan tingginya,” ujarnya.
Perguruan tinggi dapat menerapkan kurikulum berbasis proyek atau pembelajaran lain yang mendukung pengembangan kompetensi lulusan.
Baca Juga: Ragil Pemain Timnas, Alasan Shin Tae-yong Coret Namanya
Meskipun penekanan pada skripsi mungkin berkurang, peningkatan kualitas pendidikan tetap menjadi prioritas utama.
Keputusan ini juga menunjukkan adaptasi pendidikan tinggi terhadap perubahan global. Dengan memberi fleksibilitas dalam tugas akhir, mahasiswa dapat mengembangkan keterampilan relevan dengan dunia kerja modern.
Wakil Rektor UGM Berikan Tanggapan Soal Gagasan Menteri Pendidikan
Perkara mahasiswa tanpa Skripsi, Wakil Rektor UGM tanggapi kebijakan baru Menteri Pendidikan Nadiem Anwar Makarim mendapat tanggapan dari berbagai kalangan.
Wakil Rektor bidang Kemahasiswaan dan Alumni UGM, Arie Sujito, mengungkapkan bahwa pihaknya akan melakukan kajian lebih lanjut terkait kebijakan baru ini.
Arie Sujito menyebut bahwa beberapa program studi di UGM telah menerapkan beragam bentuk tugas akhir selain skripsi.
Sebagai contoh, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIPOL) memungkinkan mahasiswa untuk membuat karya seperti film atau magang sebagai tugas akhir.
Namun, Arie berharap bahwa gagasan Nadiem akan sejalan dengan kebijakan lain di kementeriannya dan tidak menambah beban pada dosen.
“Di FISIPOL misalnya, dia bisa membuat karya apakah film. Apakah magang itu bisa jadi skripsi juga, hanya namanya tugas akhir. Itu bisa beragam tidak seperti skripsi konvensional,” ujar Arie Sujito.
Kebijakan ini mendapat sambutan positif dari kalangan mahasiswa. Selama ini, skripsi sering menjadi hambatan yang membuat mahasiswa lulus dengan waktu lebih lama.
“Sekarang beban baru dosen masih buanyak itu. Idenya Nadiem itu harus in-line dengan policy-nya, juga in-line memberi kelonggaran bukan menambah beban,” tandasnya.
Pengamat kebijakan pendidikan, Cecep Darmawan, menganggap bahwa keputusan Menteri Nadiem telah tepat.
Namun, Cecep Darmawan juga mengingatkan pentingnya memastikan keterampilan mahasiswa dalam menulis karya ilmiah tetap terjaga.
Menurut Cecep, meskipun skripsi tidak wajib, mata kuliah yang mendukung pembuatan karya tulis ilmiah, seperti metode penelitian, tetap harus ada dalam kurikulum.
“Tetap harus ada praktik menulis karya tulis ilmiah walaupun namanya tidak harus skripsi tapi metode ilmiahnya tetap harus dia kuasai,” papar Cecep Darmawan.
Cecep juga mengungkapkan pendapatnya bahwa lulusan S2 dan S3 seharusnya tetap diwajibkan menulis makalah untuk diterbitkan di jurnal.
Kualifikasi yang diharapkan dari program-program tersebut lebih tinggi daripada S1.***