
Jepang Krisis Kelahiran, Ratusan Sekolah Terpaksa Tutup

Berita Viral Hari Ini – Jepang krisis kelahiran yang jumlahnya terus merosot tahun 2023 sekaligus pukulan telak untuk sekolah-sekolah hingga terpaksa tutup.
Akibat jumlah kelahiran negara itu anjlok lebih cepat dari yang terperkirakan, penutupan sekolah meningkat terutama untuk daerah pedesaan
Sebuah sekolah yang sudah berusia 76 tahun dari prefektur Fukushima harus menutup operasional selamanya setelah pendaftaran tidak tercatat mendapatkan murid.
Eita Sato dan Aoi Hoshi adalah dua siswa terakhir sekolah tersebut, namun, kini keduanya telah menuju upacara kelulusan sekolah menengah pertama mereka.
Jepang Krisis Kelahiran, SMP Berusia 76 Tahun Miliki Dua Orang Siswa Terakhir
Kisah Eita Sato dan Aoi Hoshi adalah segelintir bukti Jepang krisis kelahiran. Keduanya satu-satunya lulusan SMP Yumoto untuk bagian pegunungan Jepang utara yang terakhir.
Sekolah berusia 76 tahun itu akan menutup pintunya untuk selamanya ketika tahun ajaran berakhir pada hari Jumat, 31 Maret 2023.
“Kami mendengar desas-desus tentang penutupan sekolah di tahun kedua kami. Tetapi saya tidak membayangkan itu akan benar-benar terjadi. Saya terkejut, ”kata Eita dalam sebuah wawancara.
Kelahiran yang jatuh adalah masalah regional Asia, faktor utamanya adalah tingginya biaya membesarkan anak.
Sehingga secara otomatis menekan angka kelahiran sejumlah negara seperti Jepang, Korea Selatan dan China.
Baca Juga: Marselino Eks Timnas Indonesia, Berjaya Bareng Klub Belgia
Perdana Menteri Fumio Kishida telah menjanjikan langkah-langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk meningkatkan angka kelahiran.
Termasuk menggandakan anggaran untuk kebijakan terkait anak, dengan mengatakan menjaga lingkungan pendidikan sangat penting. Hanya saja sedikit yang telah efektif bekerja sejauh ini.
Kelahiran anjlok kurang dari 800.000 pada tahun 2022 merupakan rekor terendah. Menurut perkiraan pemerintah, jumlah itu jelas delapan tahun lebih awal dari yang terprediksi.
AKibatnya memberikan pukulan telak bagi sekolah umum yang lebih kecil padahal seringkali menjadi jantung kota dan pedesaan.
Baca Juga: Manchester United Lembek Usai Juarai Carabao, Tak Pernah Menang
Fumio Kishida mengeluarkan peringatan mendesak pada populasi Jepang yang menyusut dengan mengatakan hal itu menimbulkan risiko sosial serius
Sekitar 450 sekolah tutup setiap tahun menurut data pemerintah. Antara tahun 2002 dan 2020, hampir 9.000 menutup pintu mereka selamanya.
Jelas sulit bagi daerah terpencil untuk memikat penduduk baru dan lebih muda.
“Saya khawatir orang tidak akan menganggap daerah ini sebagai tempat pindah untuk memulai sebuah keluarga jika tidak ada sekolah menengah pertama,” ujar Masumi, ibu Eita dalam upacara kelulusan.
Populasi Desa Kecil Merosot Tajam Kurang dari 5000 Orang
Ten-ei sebuah desa dengan penduduk kurang dari 5.000 dengan 10% di bawah usia 18 tahun terkenal dengan beras dan sakenya.
Depopulasi bertambah cepat setelah bencana 11 Maret 2011 pada pembangkit nuklir Fukushima Dai-ichi yang jaraknya kurang dari 100 km dari Ten-ei.
Wilayah itu menderita beberapa kontaminasi radioaktif yang telah dibersihkan. Sekolah Yumoto, gedung dua lantai terletak pada pusat distrik.
Tahun 1960-an memiliki sekitar 50 lulusan per tahun selama masa kejayaannya. Jumlah siswa yang bergabung tiba-tiba menurun sekitar tahun 2000.
Eita dan Aoi, bersama-sama sejak kelas lima sampai sekolah menengah pertama. Meja mereka duduk berdampingan di tengah ruang kelas yang dirancang untuk 20 orang.
Keduanya mencoba mensimulasikan pengalaman sekolah normal. Untuk kegiatan klub sepulang sekolah yang merupakan bagian penting dari pendidikan dengan memilih olahraga berpasangan.
“Masyarakat sangat kecewa karena tidak ada lagi sumber budaya. Tempat itu akan lebih sunyi tanpa suara anak-anak,” ujar kepala sekolah Mikio Watanabe tentang keputusan penutupan.***