
Besarnya Biaya Kampanye Capres, Ketahui Sumber Dana Triliunan

Berita Nasional Viral – Besarnya biaya kampanye Capres di Indonesia menurut Wakil Ketua DPR RI periode 2014-2019, Fahri Hamzah mencapai triliunan rupiah.
Fahri mengungkapkan bahwa untuk mencalonkan diri dalam pemilihan presiden, seseorang harus memiliki setidaknya 5 triliun rupiah.
“Kalau pilpres lebih gila menurut saya. Indonesia ini kalau orang tidak punya uang Rp 5 triliun, nggak bisa nyapres. Sadar atau tidak,” ujar Fahri.
Contoh yang mencuat adalah pemilihan kepala daerah DKI Jakarta pada tahun 2017 diperlukan modal hingga ratusan miliar rupiah.
Bahkan, ada calon gubernur yang mengajukan pinjaman puluhan miliar rupiah hingga ratusan miliar rupiah.
Fahri juga mengungkapkan bahwa biaya kampanye yang besar ini sering kali berasal dari sumbangan orang-orang pendukung kandidat. Sehingga kemungkinan memiliki keterkaitan dengan kekuasaan dan kebijakan yang akan dibuat oleh negara dan pemerintah.
“Ada calon gubernur yang menandatangani pinjaman di belakang layar puluhan miliar. Bahkan saya dengar sampai ratusan miliar untuk satu kepala daerah. Bagaimana dengan Republik Indonesia? Saya pikir Rp 5 triliunan itu minimal. Kalau nggak uang pribadi ya dikumpulkan dari orang-orang yang di belakang. Nanti akan ada hubungan dengan power dan policy yang negara dan pemerintah buat. lanjutnya.
Besarnya Biaya Kampanye Capres, UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 Atur Sumber Dana
Undang Undang mengatur dana pemilu hindari besarnya biaya kampanye Capres di Indonesia.
Tepatnya Undang-undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 yang mengatur berbagai aspek terkait sumber dan penggunaan dana kampanye.
Undang-undang ini memperkuat transparansi dalam pelaporan dana kampanye dan menetapkan larangan terhadap beberapa sumber dana.
Undang-undang ini mengharuskan peserta pemilu, pelaksana kampanye, dan tim kampanye untuk melaporkan sumbangan dana kampanye diterima.
Selain itu, sumbangan tersebut juga harus masuk ke kas negara dalam waktu 14 hari setelah masa kampanye berakhir.
Jika ada peserta pemilu yang terbukti menerima sumbangan dari sumber terlarang dan tidak melaporkannya kepada KPU.
Termasuk tidak menyetorkannya ke kas negara sesuai batas waktu, mereka dapat menerima hukuman dengan pidana penjara dan denda sesuai.
Baca Juga: Lira Anjlok Erdogan Kembali Memimpin, Kondisi Terkini Turki
Meskipun aturan tersebut sudah ada, terungkap adanya indikasi aliran dana politik Pemilu 2024 yang berasal dari jaringan narkoba.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) dinilai lemah dalam mendorong transparansi partai politik.
Beberapa pihak, termasuk peneliti dari Transparency International Indonesia (TII) telah mendorong KPU untuk membuat aturan yang mewajibkan partai politik menyertakan laporan keuangan.
Laporan tersebut juga harus dapat publik akses untuk menilai kewajaran keuangan partai politik.
KPU sendiri telah menjalin kerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Keuangan (PPATK) untuk mencegah tindak pidana pencucian uang dalam penyelenggaraan pemilu.
Baca Juga: Kondisi Kritis Rusia, Pemerintahan Vladimir Putin Guncang
Rancangan PKPU akan mengatur larangan bagi peserta pemilu untuk menerima sumbangan dari sumber-sumber yang telah ditetapkan.
Termasuk sumbangan dari pihak asing, hasil tindak pidana, pemerintah dan badan usaha milik negara.
Meskipun Undang-undang Pemilu telah mengatur tentang sumber dan penggunaan dana kampanye. Terungkapnya indikasi aliran dana dari jaringan narkoba menunjukkan bahwa masih ada tantangan dalam menjaga transparansi dan kebersihan politik.
Imbau Masyarakart Ikut Memastikan Dana Kampanye Bersih Saat Nyapres
Besarnya biaya kampanye capres telah menjadi perhatian utama dalam politik Indonesia.
KPU mendorong partisipasi publik dalam mengawasi dana kampanye peserta pemilu dan melakukan sosialisasi luas mengenai pelaporan.
Pihak KPU mengapresiasi konsep Bawaslu yang mengajak relawan untuk melakukan pengawasan partisipatif guna memastikan kepatuhan terhadap aturan.
Ketua KPU, Idham Holik, mengungkapkan bahwa partisipasi publik sangat penting dalam mengawasi sumbangan dana kampanye yang diterima oleh partai politik.
Publik dapat melaporkan jika ada caleg yang menerima sumbangan melebihi batasan ketetapan oleh perundang-undangan.
Menurut Idham, aturan yang ada dan Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik dapat memastikan partai politik melaporkan dana kampanye secara transparan.
Namun, dalam konteks indikasi aliran dana politik dari penjualan narkotika, perwakilan partai politik seperti PDIP, NasDem, dan Gerindra belum memberikan jawaban.
Isu mengenai penggunaan dana penjualan narkotika untuk kegiatan politik bukanlah hal baru.
Badan Narkotika Nasional (BNN) telah menyampaikan bahwa ada aliran dana dari penjualan narkotika yang mengalir ke pejabat pemerintahan daerah.
Transparency International Indonesia (TII) telah mendorong DPR dan pemerintah untuk merevisi Undang-undang Partai Politik guna meningkatkan transparansi.
Namun, TII menganggap penting bagi KPU untuk mengambil inisiatif dalam membuat aturan mengenai transparansi keuangan partai politik.
TII juga mengungkapkan adanya indikasi aliran dana dari kejahatan lingkungan untuk kegiatan pemilihan.
Dalam rangka menciptakan demokrasi lebih baik, peran publik dan jurnalis dianggap penting dalam memastikan kepatuhan terhadap aturan tersebut. ***