
996Ribu Kendaraan Masuk DKI, Jokowi: Sebabkan Macet dan Polusi

Berita Viral Hari Ini – Fakta 996ribu kendaraan masuk DKI, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan keprihatinannya terhadap kondisi lalu lintas Jakarta.
Menurut Jokowi, Jakarta merupakan salah satu dari sepuluh kota paling padat lalu lintas di dunia.
Jokowi menyoroti bahwa setiap harinya, sekitar 996.000 kendaraan memasuki kota tersebut yang pada akhirnya menyebabkan kemacetan dan masalah polusi udara.
Presiden RI pun menjelaskan pandangannya saat meresmikan moda transportasi Light Rail Transit (LRT) Jabodebek di Stasiun Cawang, Jakarta Timur, Senin, 28 Agustus 2023.
Pernyataannya mencerminkan keprihatinan atas dampak besar jumlah kendaraan terhadap infrastruktur dan lingkungan kota.
“Kita tahu DKI Jakarta ini selalu masuk dalam 10 kota yang termacet di dunia. Kita selalu masuk sebagai 10 besar kota yang termacet di dunia. Setiap hari masuk 996.000 kendaraan ke Jakarta setiap harinya. Oleh sebab itu, macet polusi selalu ada di Jakarta,” papar Jokowi.
996Ribu Kendaraan Masuk DKI, Transportasi Publik Solusi Terbaik Pemerintah
Fakta bahwa setiap harinya 996ribu kendaraan masuk DKI yang berujung pada kemacetan dan polusi.
Presiden Joko Widodo mengingatkan masyarakat jika pemerintah berkomitmen membangun sejumlah alternatif transportasi publik.
Di antaranya adalah mass rapid transit (MRT), light rail transit (LRT), kereta rel listrik (KRL), Transjakarta, bus rapid transit (BRT), dan kereta bandara.
Tujuan utamanya adalah mengajak masyarakat untuk meninggalkan kendaraan pribadi dan beralih ke transportasi massal. Sehingga secara signifikan mampu mengurangi dampak polusi dan kemacetan ibu kota.
Baca Juga: Paspampres Aniaya Pemuda Aceh, Hukuman Mati Menanti
Jokowi menyampaikan harapannya agar masyarakat lebih banyak menggunakan opsi transportasi ini untuk mengurangi tekanan pada jalan raya.
“Mengapa dibangun MRT, LRT, KRL, transjakarta, BRT, Kereta Bandara agar masyarakat kita semua beralih dari transportasi pribadi ke transportasi massal,” ujar Jokowi.
Meski upaya ini berat, Jokowi mengakui tantangan mengubah kebiasaan masyarakat menggunakan transportasi umum.
Sebagai contoh, sejatiny MRT telah beroperasi dalam beberapa waktu. Namun, jumlah penumpang yang beralih masih di bawah ekspektasi.
Kendati MRT terlihat penuh, kapasitas optimal belum tercapai yaitu sekitar 180 ribu penumpang per hari dibandingkan dengan 80 ribu penumpang saat ini.
Baca Juga: Nikita Mirzani Tertawakan Putrinya, Lolli Akui Peroleh Beasiswa
“Contoh MRT, meskipun setiap hari saya lihat penuh. Tetapi kapasitas yang kita inginkan setiap hari 180.000 penumpang dan hari ini masih 80.000. Masih ada kapasitas yang belum penuh terisi,” jelasnya.
Pemerintah berharap moda transportasi terbaru, LRT Jabodebek, mendapat sambutan hangat dari masyarakat.
LRT Jabodebek memiliki lintasan sepanjang 41,2 kilometer dengan biaya proyek mencapai Rp32,6 triliun.
“Kita harapkan masyarakat berbondong-bondong beralih ke LRT baik yang dari Cibubur dan sekitarnya. Maupun Bekasi dan sekitarnya sehingga kemacetan di jalan bisa kita hindari dan juga polusi bisa kita kurangi,” tutupnya.
Pakar Sangsikan Efektivitas Semprot Jalanan dengan Air
Selain fakta 996ribu kendaraan masuk DKI Jakarta per hari. Isu polusi udara yang melanda telah menjadi perhatian serius lantaran masyarakat merasakan dampak buruk gangguan pernapasan.
Pemerintah DKI Jakarta telah mengambil langkah untuk mengatasi masalah ini dengan melakukan penyemprotan air di sejumlah jalan.
Tujuan dari tindakan ini adalah untuk mengurangi dampak polusi udara yang terjadi.
Namun, respons terhadap penyemprotan air ini di kalangan masyarakat tidak sejalan. Pakar-pakar pun berpendapat mengenai efektivitas langkah ini.
Ketua Majelis Kehormatan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dan Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI, Prof. Tjandra Yoga Aditama. Ia mengungkapkan bahwa data ilmiah tentang penyemprotan air dalam konteks penanggulangan polusi udara memiliki beragam hasil.
Tjandra mengambil contoh penelitian di China yang diterbitkan dalam jurnal Toxics pada Juni 2021.
Penelitian ini menunjukkan bahwa penyemprotan air di jalan-jalan untuk mengurangi efek polusi udara sebenarnya tidak efektif.
“Penelitian di China dalam jurnal ilmiah Toxics bulan Juni 2021 secara jelas menyebutkan bahwa penyemprotan air dalam skala besar di jalan. Justru berkontribusi pada peningkatan polusi udara daripada mencegahnya,” terang Tjandra Yoga Aditama.
Dalam penjelasannya, Tjandra menyebutkan bahwa penelitian tersebut menunjukkan bahwa penyemprotan air dalam jumlah besar pada jalan. Malah meningkatkan konsentrasi partikulat PM 2,5 dan kelembaban udara.
Dengan demikian, langkah penyemprotan air mungkin tidak memberikan hasil yang diharapkan dalam mengatasi polusi udara Jakarta.
Perdebatan mengenai efektivitas tindakan ini menjadi penting dalam upaya mengurangi dampak buruk polusi udara perkotaan.***